Thursday, May 3, 2007

SAATNYA BELAJAR DAN BERGERAK!

Oleh: Heru Farhani

*) Wartawan lepas di beberapa media. Dimanahi sebagai sekretaris Forum Mahasiswa Singkawang (FORMASI) Yogyakarta, kandidat Presiden Keluarga Pelajar Mahasiswa Kalimantan Barat (KPMKB) Se-Indonesia.

Panglima besar Jendral Sudirman adalah sosok yang luar biasa dalam menumbuhkan semangat juang dan rasa nasionalisme bagi para pemuda. Dikisahkan, dalam sebuah percakapan ia mengatakan “Wahai para pemuda Muhammadiyah, ada dua pilihan penting dalam kehidupan yang kita jalani saat ini. Yang pertama iskhariman, yakni hidup mulia, dan yang kedua musyahidan, yakni mati syahid. Kalian memilih yang mana:? “kalau memilih iskhariman bagaimana syaratnya”? tanya Hardjomartono.

“kamu harus selalu beribadah dan berjuang untuk agama Islam”, jawab Sudirman. “Bagaimana kalau memilih musyahidan”? “kamu harus berjuang melawan setiap bentuk kebatilan dan berjuang memajukan Islam”, jawab Sudirman. “Jadi semua harus berjuang:?

Kehidupan kampus adalah kehidupan yang luar biasa. Inilah tempat para mahasiswa –sekali lagi: mahasiswa, siswa yang diberi gelar ‘maha’- menunjukkan entitas sejatinya. Bagaimana tidak, disinilah ranah perjuangan kita, menempa segala idealisme, membentuk daya kritis dan kepekaan sosial, serta belajar untuk menjadi manusia yang mandiri dan pemimpin yang berkarakter.


Maka, sudah sepantasnya mahasiswa bergerak dan berjuang, tidak hanya di bidang akademik. Tidak sekedar kuliah, perpustakan, kost yang menjadi rutinitas sehari-hari. Hanya berorientasi pada IPK yang cumlaude, lulus secepatnya, namun akhirnya menjadi manusia yang individualis dan terkekang pada kepentingan pribadi.


Mahasiswa, selaku agen of change sudah selaiknya untuk berpikir dan melakukan ‘manuver’ lebih jauh. Rutinitas diatas boleh jadi memang hal yang penting, namun tidak menisbikan kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Padahal, realitas disekitar kita –walau bagaimanapun- memerlukan perhatian dari orang-orang yang dianggap betul-betul tulus dan memiliki idealisme, dan mahasiswa berada di wilayah itu. Mahasiswa dituntut untuk mencermati demokrasi politik, kontemplasi sosial, kepemimpinan nasional, dan pergolakan reformasi.


Tak heran, di beberapa universitas besar, organisasi kemahasiswaan (ormawa) memegang peranan penting yang mempunyai magnet daya tarik luar biasa. Di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia misalnya, setiap perekrutan pengurus baru, pendaftar dapat mencapai angka 400 hingga 600 orang pertahunnya. Tak heran kalau kemudian pengurus BEM mencapai angka 150 orang. Di Universitas Padjajaran, dana yang digelontorkan pihak rektorat untuk membiayai ormawa setingkat BEM universitas mencapai angka 200 juta pertahunnya.


Universitas Negeri Yogyakarta, sebagai salah satu universitas yang belum lama bertransformasi dari nama Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Yogyakarta, bahkan begitu fenomenal. Ormawa tingkat universitas UNY bahkan menggunakan nama Republik Mahasiswa (Rema). Bukan sekedar republik mimpi atau republik dagelan tentunya. BEM Rema UNY menggunakan sistem manajemen organisasi sebagai sebuah miniatur dari republik Indonesia. Sebagai contoh penggunaan “presiden” untuk menyebut ketua, Dewan Perwakikan Mahasiswa dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (semacam DPR dan MPR), partai mahasiswa, adanya program pembangunan universitas, serta nama-nama departemen seperti departemen komunikasi dan informatika, departemen keuangan, sekretariat kabinet dll. Hal itu merupakan sebuah proses pembelajaran politik sejak dini, membiasakan mahasiswa dengan proses good student university. Dengan pelaksanaan pemilihan umum mahasiswa (pemilwa) mahasiswa terlatih untuk menjadi anggota KPU, Panwaslu, atau bahkan pimpinan partai. Hal ini juga membuat terjadinya desakralisasi terhadap istilah-istilah seperti presiden, republik dsb.

Aktivis mahasiswa harus berani bergerak, melakukan manuver, berkorban demi terciptanya demokrasi yang lebih baik. Sebagai sebuah tolok ukur: berapa sering terjadinya demonstrasi di kota kita tercinta ini? Berapa banyak pejuang baru yang lahir dari panas dan teriknya matahari jalanan? Berapa banyak penyuara hati nurani rakyat dan aktivis pro demokrasi yang akan terus bergelirya membela nasib rakyat kecil?
Simpul kata, akankah kita terdiam dalam rutinitas dan menjadi orang biasa? Bukankah sebuah hal yang luar biasa apabila kelak sejarah akan mencatat nama kita dengan tinta emasnya? Sungguh, masyarakat berharap banyak pada mahasiswa. Dan mahasiswa yang kelak akan menjadi pejuang dan pemimpin berkarakter sejatinya muncul dari organisasi yang tersistem dengan rapi.


Kepadamu wahai mahasiswa atau pemuda manakah yang kalian pilih: iskhariman atau musyahidan? Jawabannya: Berjuang!


(farhan_albanna)